Farco Siswiyanto Raharjo
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
NIM/NPM
: 13400009
Berawal
dari operasi tangkap tangan yang berlangsung di Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia (Kemenhub RI) menjadi momentum upaya terbaru dalam
pemberantasan pungutan liar di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Seperti
diketahui bahwa praktik pungutan liar sudah mendarah daging di Republik
Indonesia. Setiap era pemerintahan memiliki cara masing-masing dalam
memberantas praktek pungutan liar. Namun masih saja praktik pungli terus
terjadi dan bahkan bisa dikatakan semakin berkembang. Praktik pungutan liar ada
diberbagai lini. Bukan hanya dilingkungan pemerintah/penegak hukum. Namun juga
terjadi di organisasi kemasyarakatan bermodalkan preman-preman berwajah garang
dan bertato diseluruh tubuh. Inilah yang menjadikan praktek pungutan liar sulit
diberantas. Karena keberadaannya melibatkan berbagai pihak diseluruh lini
komponen bangsa.
Salah
satu virus penyakit atau patologi korupsi dalam pelaksanaan aktivitas pelayanan
public adalah tumbuh suburnya aktivitas percaloan dimana fenomena ini telah
memberikan gambaran bahwa hampir tidak ada unit kerja terutama bagi
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia yang bebas dari percaloan.
Praktek percaloan di Indonesia terutama di lembaga-lembaga pemerintah yang
melakukan aktivitas pelayanan langsung kepada masyarakat. Jika berbicara
tentang percaloan, maka erat kaitannya dengan praktek pungutan liar.
Pungli
menjadi semakin masif karena ada sinergi kepentingan pemegang kewenangan publik
dengan masyarakat (publik) selaku pihak yang membutuhkan. Praktik pungli yang
sudah masif dan sistemik harus kita pandang sebagai situasi chaos yang
menimbulkan gangguan pencapaian tujuan-tujuan negara.
Kita
ketahui ada beberapa pungutan liar yang ada dinegeri ini. Baik kelas kecil yang
dikenal dengan kelas teri hingga kelas besar yang biasa dikenal dengan kelas
kakap. Praktek pungutan kelas kecil biasa nya terjadi pada kehidupan
sehari-hari masyarakat pada umumnya. Contoh nya adalah ketika membuat Surat
Izin Mengemudi (SIM), masyarakat harus menjalani tes/ujian. Untuk mempermudah
kelulusan dan mempercepat penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) biasanya
masyarakat dihadapkan pada pilihan untuk lewat Calo. Dengan cara ini maka
proses mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) akan lebih mudah dan cepat. Selain
itu ada praktek pungutan liar lainnya yang melibatkan aparat birokrasi dalam
kesehariannya. Hal ini seperti dalam pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Masyarakat
lagi-lagi dihadapkan dengan pilihan untuk memberikan uang tambahan kepada
birokrat untuk mempercepat dan mempermudah medapatkan KTP. Padahal kegiatan ini
tergolong dalam gratifikasi jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dilingkungan penegak hukum seperti
pengadilan pun praktek pungutan liar sering terjadi. Hal ini antara lain untuk
mempermudah suatu kasus perceraian, tidak heran bahwa terjadi praktek pungutan
liar untuk mempercepat putusan pengadilan. Beberapa contoh tersebut hanya
sebagian kecil praktek pungutan liar yang terjadi dalam kelas masyarakat umum,
biasa dikenal dengan kelas kecil/kelas teri. Kemudian praktek pungutan liar
juga terjadi dijalan raya. Beberapa waktu lalu terbongkar kasus pungutan liar
dijembatan timbang.
Praktek
pungutan liar juga terjadi pada kelas besar/kelas kakap yang melibatkan
berbagai institusi negara dan perusahaan besar. Contoh kasus nya adalah
pembukaan lahan untuk mempermudah izin pertambangan. Dalam upaya membuka izin
tambang, perusahaan harus mengantongi berbagai surat izin dari pemerintah
termasuk surat izin pembukaan lahan dan izin usaha. Hal ini dimanfaatkan
pemerintah pusat maupun daerah untuk mengeluarkan aturan tentang penerbitan
surat izin usaha pertambangan. Tidak heran bahwa terkadang terjadi kesepakatan antara
eksekutif dan legislatif membuat aturan yang rumit untuk penerbitan surat izin
tersebut. Dengan adanya aturan yang rumit dan terbelit-belit akan mempersulit
perusahaan untuk mendapatkan surat izin usaha pertambangan. Maka perusahaan
terkadan mengambil jalan pintas dengan melakukan suap pungutan liar kepada
intitusi pemberi izin supaya surat izin yang diperlukan dapat diterbitkan.
Selain
itu, praktik pungutan liar melibatkan perusahaan penerbangan terkait izin
terbang pesawat. Pada tahun 2016 lalu terbongkar kasus suap dan pungutan liar
yang melibatkan pihak perusahaan pesawat penerbangan komersil. Maka menteri
perhubungan waktu itu, Ignasius Jonan memberikan sanksi dengan mencabut
sementara izin terbang beberapa maskapai penerbangan yang terlibat kasus
tersebut.
Kemudian
praktek pungutan liar juga melibatkan perusahaan biro perjalanan umroh dan haji
dengan imigrasi. Terjadi praktik pungutan liar antara imigrasi dan perusahaan
biro perjalanan umroh/haji dalam hal penerbitan paspor. Tidak mustahil terjadi
bila imigrasi meminta biaya tambahan untuk mempercepat dan mempermudah
penerbitan paspor yang diajukan oleh biro perjalanan haji/umroh. Dan hal ini
tidak hanya terjadi pada satu daerah saja. Pasti sangat berpotensi terjadi
diberbagai daerah di Indonesia.
Praktek
pungutan liar dalam jumlah besar lainnya terdapat seperti izin hak pengankutan
BBM dalam jumlah besar hingga Hak izin Ekspor/Impor komoditi pangan.
Dari
beberapa contoh praktek pungutan liar diatas, maka bisa kita bayangkan berapa
kerugian yang dialami negara. Selain kerugian yang bersifat materil, praktek
pungutan liar juga memberikan dampak kerugian nonmateriil seperti merusak sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kondisi negara ini memang
sudah carut marut akibat suburnya pungli. Pungli tidak lagi mengenal suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA). Pungli sudah menjadi keharusan di sistem
ketatanegaraan di RI. Tanpa Pungli jangan harap urusan pelayanan publik,
perizinan maupun hukuman denda bisa tertib dilaksanakan. Kerugian negara akibat
pungli terus bertambah.
Pungutan
liar atau pungli adalah jenis pelanggaran hukum yang masuk kategori korupsi.
Meski demikian, praktek pungli jamak terjadi di dalam birokrasi di Indonesia
karena lemahnya pengawasan dan supervise dikalangan instansi pemerintahan.
Meski sejumlah lembaga pengawasan internal dan eksternal telah di bentuk,
budaya pungli dikalangan birokrasi tidak kunjung berkurang apalagi dihilangkan.
Pada umumnya, pungutan liar dilakukan petugas pelayanan public kategori kelas
rendah. Motifnya adalah untuk menambah penghasilan akibat gaji resmi para
birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Bila birokrasi tingkat tinggi bisa
melakukan korupsi untuk menambah penghasilannya, maka birokrasi tingkat rendah
melalui pungutan liar. Adanya kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya
etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korup melalui
pungutan liar.
Dalam
proses pelayanan publik, posisi masyarakat sangat rentan menjadi korban
pungutan liar karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan
sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk
memaksa birokrat yang kerap melakukan pungutan liar. Masyarakat juga tidak
mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap
kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari inspektorat sebagai pengawas
internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap
tumbuh suburnya praktek pungutan liar dengan cara membiasakan diri member uang
tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi.
Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk
dihilangkan karena telah berlangsung selama berabad-abad. Sejak zaman feudal
masyarakat terbiasa member upeti kepada raja dan aparat kerajaan.
Melalui
kebijakan pembentukan satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas Saber
Pungli), pemerintah memandang perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu,
efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera. Pembentukan satuan tugas ini
dipayungi dengan terbitnya peraturan presiden (perpres) nomor 87 tahun 2016
Tentang Satuan Tugas Pungutan Liar (Saber Pungli). Peraturan Presiden ini
ditandatangani pada tanggal 20 Oktober 2016.
Dalam
peraturan presiden Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan liar tersebut, kedudukan team satgas saber pungli bertanggung jawab
langsung kepada presiden Republik Indonesia. Menurut Perpres ini, Satgas Saber
Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif
dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan
sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah
daerah.
Dalam
melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan
fungsi:
a. Intelijen;
Fungsi
ini memiliki tugas melakukan pengintaian atau pengawasan terhadap pelaku yang
terlibat praktek pungutan liar. Pengintaian ini melalui prosedur yang telah
didasarkan pada prosedur dan ketetapan (protap) intelejen. Hal ini dilakukan
supaya laporan yang disampaikan masyarakat benar adanya, terdapat bukti yang
kuat supaya dapat diteruskan ketahap penyidikan dan penyelidikan.
b. Pencegahan;
Fungsi
pencegahan yang dimaksud adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
bahaya maupun kerugian pungutan liar. Serta memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa pungutan liar masuk dalam kategori pelanggaran hukum pidana
dan dapat dikenakan sanksi tegas pagi yang melakukan.
c. Penindakan;
Fungsi
penindakan yang dimaksud adalah meneruskan keproses hukum selanjutnya kepada
para pelaku praktek pungutan liar/pungli. Pastinya hal ini dapat dilakukan
setelah ditemukan bukti yang menguatkan untuk diproses secara hukum.
d. Yustisi.
Fungsi
yustisi ini antara lain memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan identitas
pelapor yang melaporkan terjadinya praktek pungutan liar/pungli.
Adapun
wewenang Satgas Saber Pungli adalah:
1. Membangun
sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;
2. Melakukan
pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang
terkait dengan menggunakan teknologi informasi;
3. Mengoordinasikan,
merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar;
4. Melakukan
operasi tangkap tangan;
5. Memberikan
rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah
untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
6. Memberikan
rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap
instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan
kepala pemerintah daerah; dan
7. Melakukan
evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) ditentukan susunan organisasi nya sebagai
berikut :
Pengendali/Penaggung
jawab : Menteri koordinator bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan;
Ketua Pelaksana : Inspektur
Pengawasan Umum Polri;
Wakil
Ketua Pelaksana I :
Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri;
Wakil
Ketua Pelaksana II : Jaksa
Agung Muda bidang Pengawasan;
Sekretaris : Staf
Ahli Kemenko bidang Polhukam;
Anggota:
1.
Polri;
2.
Kejaksaan Agung;
3.
Kementerian Dalam Negeri;
4.
Kementerian Hukum dan HAM;
5.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
6.
Ombudsman RI;
7.
Badan Intelijen Negara (BIN); dan
8.
Polisi Militer TNI
Pepres
ini juga menegaskan, bahwa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
melaksanakan pemberantasan pungutan liar di lingkungan kerja masing-masing, dan
membentuk unit pemberantasan pungutan liar pada satuan pengawas internal atau
unit kerja lain di lingkungan kerja masing-masing. Kemudian masyarakat dapat
berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk
pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Satuan
tugas sapu bersih pungutan liar ini diharapkan mampu mengatasi akar masalah
pungutan liar yang terjadi pada instansi-instansi pemerintah dalam pelayanan
publik. Akar masalah itu seperti lamban dan sulitnya prosedur melayani
masyarakat mendapatkan perijinan maupun surat-surat.
Tim
ini tidak hanya dilakukan diluar institusi penegakan hukum, tapi juga menyasar
kepada lembaga penegak hukum itu sendiri dan juga akan menyasar pungli yang
dilakukan oleh calo, preman dan organisasi kemasyarakatan. Selain melakukan
tindakan, Tim Saber Pungli juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung
terjadinya pungli. Tim ini juga akan menyisir regulasi yang dobel, tumpang
tindih, regulasi yang tidak efektif dan merugikan masyarakat.
Dari
kebijakan satgas pungli ini dapat kita lihat bahwa pemerintah fokus dan
berkonsentrasi dalam memberantas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum
dilingkungan institusi/lembaga pelayanan publik di Indonesia. Salah satu tujuan
dari satgas pungli adalah sebagai strategi mewujudkan reformasi birokrasi.
Praktik
pungli yang dilakukan di bidang yang terkait dengan pelayanan publik apabila
dibiarkan akan menghambat agenda reformasi birokrasi. Apalagi saat ini
masyarakat sudah semakin cerdas untuk menginginkan pelayanan yang cepat, tepat
dan murah. Dengan kebijakan sapu bersih pungli yang diputuskan oleh pemerintah,
saai ini masyarakat dapat melaporkan praktik pungutan liar dengan mudah. Yakni
dengan melalui akses website saberpungli.id, sms center ke nomor 1193 dan call
center dengan nomor 193.
Akses
kemudahan untuk melaporkan praktik pungli tersebut juga merupakan terobosan
baru / Inovasi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini dapat
dipandang sebagai strategi reformasi birokrasi.
Kendati
demikian, perlu adanya pengawasan secara intensif terhadap kinerja dari satgas
saber pungli. Jangan sampai laporan yang disampaikan oleh masyarakat hanya
dibiarkan. Perlu adanya proses tindak lanjut dari laporan yang telah disampaikan
kepada masyarakat. Apabila oknum petugas pelayanan terbukti melakukan pungutan
liar maka harus diproses sesuai aturan yang berlaku. Hal ini sebagai upaya
untuk meminimalisir praktik pungutan liar di Indonesia. Selain itu peran dari
akademisi sangat dibutuhkan untuk melakukan riset tentang perkembangan
pemberantasan pungli di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam
paradigma Ilmu Administrasi Negara praktek pungli termasuk dalam kategori
patologi birokrasi.
Jika
berbicara tentang efektivitas dari satuan tugas sapu bersih pungutan liar
(satgas saber pungli) kita bisa lihat dari kerja dari team satgas tersebut
berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada berbagai oknum yang
terlibat praktik pungutan liar. Oknum tersebut bukan hanya dari kalangan
pemerintah pusat seperti tertangkapnya Kepala sub direktorat Jendral Pajak
(Kasubdit Pajak) Kementerian Keuangan hingga pejabat tingkat pemerintah desa
diluar jawa yang ditangkap karena melakukan praktik pungutan liar kepada warga
nya. Selain itu team satuan tugas sapu bersih pungutan liar tidak hanya
dibentuk dipemerintah pusat. Namun pemerintah daerah diminta keterlibatannya
untuk membentuk team satuan tugas sapu bersih pungutan liar hingga tingkat
kabupaten/kota. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
Wiranto menyebutkan sampai 18 Desember 2016, ada 17.600 laporan masyarakat
terkait pungutan liar yang diterima Satuan tugas Sapu bersih Pungutan liar.
Hal
ini mengartikan bahwa masyarakat sadar bahwa pemberantasan praktek pungutan
liar tidak hanya dibebankan pada pemerintah saja. Namun masyarakat ikut aktif
terlibat dalam penanganan praktek pungutan liar yang terjadi di Indonesia.
Selain itu satuan tugas sapu bersih pungutan liar melakukan pencegahan dengan
kegiatan kampanye anti pungutan liar yang dilakukan diberbagai wilayah di
Indonesia.
Pemberantasan
pungli secara keseluruhan tidak bisa dipisahkan dari kerangka otonomi daerah di
Indonesia. Hal ini terutama disebabkan beban penyelenggaraan pemerintahan yang
sudah berpindah dari pusat ke daerah, sebagai akibat dari pelaksanaan
desentralisasi. Dalam hal ini, negara mengelola berbagai dimensi kehidupan,
seperti bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik,
integrasi sosial, pertahanan, keamanan dalam negeri dan lain-lain.
Pemberian kewenangan (devolution of authority) kepada unit-unit atau satuan pemerintahan yang lebih rendah dan lebih kecil merupakan sesauatu kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindari.
Pemberian kewenangan (devolution of authority) kepada unit-unit atau satuan pemerintahan yang lebih rendah dan lebih kecil merupakan sesauatu kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindari.
Keadaan
tersebut menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dan organisasi bisnis
berpindah dari pusat ke daerah. Hal ini tentu saja menyebabkan potensi pungli
yang juga berpindah dari pusat ke daerah. Rumitnya sistem birokrasi dalam
pelayanan publik menambah peluang dan dimanfaatkan sejumlah oknum untuk
melakukan kegiatan pungutan liar.
Dengan
berbagai tantangannya, genderang perang terhadap pungli ini sudah ditabuh
presiden, dan tabuhan ini telah diikuti oleh seluruh institusi kenegaraan di
Indonesia. Di daerah, pekerjaan rumah menanti dalam upaya perang terhadap
pungli tersebut. Kita berharap bahwa pembentukan satgas oleh pemerintah daerah
kemudian diikuti upaya-upaya sistematis untuk memberantas pungli sampai ke
akar-akarnya.
Identifikasi area urusan pemerintahan yang rentan perlu dilakukan sejak awal. Berkaitan dengan hal tersebut, perhatian khusus perlu ditujukan pada urusan pemerintahan di bidang kepegawaian, pendidikan, perizinan, dana desa, pelayanan publik, hibah dan bantuan sosial, serta pengadaan barang dan jasa. Selain itu, sanksi yang menghasilkan efek jera perlu disusun dan diformulasikan sehingga pungli akhirnya akan menjadi hilang. Banyak lagi tindakan yang bisa diformulasikan sesuai karakteristik daerah, dan ini adalah tugas kita ke depan.
Identifikasi area urusan pemerintahan yang rentan perlu dilakukan sejak awal. Berkaitan dengan hal tersebut, perhatian khusus perlu ditujukan pada urusan pemerintahan di bidang kepegawaian, pendidikan, perizinan, dana desa, pelayanan publik, hibah dan bantuan sosial, serta pengadaan barang dan jasa. Selain itu, sanksi yang menghasilkan efek jera perlu disusun dan diformulasikan sehingga pungli akhirnya akan menjadi hilang. Banyak lagi tindakan yang bisa diformulasikan sesuai karakteristik daerah, dan ini adalah tugas kita ke depan.
Keseluruhan
upaya harus dilakukan karena pungli sudah seperti penyakit kanker yang
menggerogoti seluruh dimensi pelayanan publik di daerah. Oleh karena itu,
pemberantasannya pasti membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dengan demikian,
konsistensi perlu dilakukan, upaya-upaya baik kecil maupun besar perlu dilakukan
secara sistematis. Paling tidak genderang telah ditabuh, dan kita menjadi
bagian dari perang tersebut.
Keterbukaan
publik menjadi salah satu strategi yang tepat untuk memberantas pungutan liar
(pungli). Namun semua itu bergantung dari niat untuk membumihanguskan pungutan liar.
Hal
yang tak kalah penting dari pemberantasan Pungli ini adalah banyak aspek yang
harus di perhatikan ke depannya. Meskipun setiap instsansi memiliki pengawas
intern sendiri, saya rasa hal tersebut tidak berjalan baik setidaknya sampai
saat ini. Beberapa masukan saya terhadap Presiden untuk mengeluarakn perpres
terkait pungli ini antara lain sebagai berikut. :
- Presiden, kementerian, lembaga terkait, kepala daerah, membuat aturan norma yang jelas dan mengikat bagi pejabat pemerintahan terkait penanggulangan atau penegakan hukum atas tindakan pungli di Indonesia.
- Tindakan atas pelaku pungli tidak hanya menyasar pada tindakan pungli dengan jumlah besar, namun juga menyasar pada pungli-pungli kecil di daerah yang sudah berlangsung lama.
- Pelaku tindakan pungli harus benar-benar dapat dikenai sangki yang jelas, jika pelaku merupakan pejabat TUN selain hal-hal admisnistrasi dapat dikenakan diharapkan dapat menerakan asas openbarrvarheid asas keterbukaan, pelaku di umumkan namanya melalui web resmi instasi ybs untuk memberikan punismant terhadap pelaku dan membuat Pejabat yang lain tidak melakukan hal yang sama.
- Harus mendapatkan jaminan hukum yang pasti bagi masyarakat yang mendapati dan melaporkan kejadian pungli di instansi-instasi pemerintahan, pelaporan-pelaporan atas tindakan pungli tersebut harus benar ditindak oleh pejabat yang berwenang.
- Harus ada perlindungan hukum bagi seseorang yang menguak tindakan pungli di suatu instansi pemerintahan dan yang bersangkutan dapat dijadikan peniup peluit atau