Rabu, 03 Februari 2016

PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA





OLEH
Farco Siswiyanto Raharjo
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Slamet Riyadi Surakarta
(farcoraharjo@gmail.com)

Selayang Pandang BPK - RI
Pengawasan keuangan negara merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan penyelenggaraan negara. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap keuangan negara, maka perlu dibentuk lembaga pengawas sekaligus pemeriksa keuangan negara yang independen, akuntabel dan obyektif. Lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan tersebut, di Indonesia dinamakan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI).
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) adalah lembaga tinggi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan keuangan negara. Fokus Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sedangkan lokus nya adalah  Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.



Visi dan Misi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Setiap kelembagaan yang dibentuk disuatu negara pasti mempunyai cita-cita atau tujuan yang ingin di capai khususnya untuk kepentingan bersama. Dimana cita-cita itu akan dapat dilihat dalam visi misi kelembagaan tersebut. Berikut visi misi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
VISI
Menjadi Lembaga Pemeriksa Keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
MISI
  1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
  2. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
  3. Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara.
Struktur Organisasi
BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas Sekretariat Jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas penunjang, perwakilan, Pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan Pemeriksa yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.


Berikut adalah struktur organisasi Badan PemeriksaKeuangan Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 3/K/I-XIII.2/7/2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia:
  1. Sekretariat Jenderal
  2. Inspektorat Utama
  3. Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara
  4. Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
  5. Auditorat Utama Keuangan Negara I
  6. Auditorat Utama Keuangan Negara II
  7. Auditorat Utama Keuangan Negara III
  8. Auditorat Utama Keuangan Negara IV
  9. Auditorat Utama Keuangan Negara V
    • Perwakilan-Perwakilan BPK di wilayah barat
  10. Auditorat Utama Keuangan Negara VI
    • Perwakilan-Perwakilan BPK di wilayah timur
  11. Auditorat Utama Keuangan Negara VII
  12. Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Pusat
  13. Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Daerah
  14. Staf Ahli Bidang BUMN, BUMD, dan Kekayaan Negara/ daerah yang dipisahkan lainnya
  15. Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
  16. Staf Ahli Bidang Investigatif
  17. Kelompok Jabatan Fungsional



Dalam melaksanakan misinya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia  menjaga nilai-nilai dasar sebagai berikut:
  1. Independensi
Artinya bahwa BPK menjunjung tinggi independensi, baik secara kelembagaan, organisasi, maupun individu. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, kami bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi yang dapat mempengaruhi independensi.
  1. Integritas
Artinya BPK membangun nilai integritas dengan bersikap jujur, obyektif, dan tegas dalam menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan.
  1. Profesionalisme
Artinya BPK membangun nilai profesionalisme dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar yang berlaku.

Fungsi dan Tanggung Jawab Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia
            Secara umum tanggung jawab BPK sesuai Pasal 23E UUD 1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung  jawab tentang keuangan negara. Namun pada dasarnya fungsi dan tanggung jawab dari BPK dapat dilihat sebagai berikut:
A.    Meningkatkan Efektivitas Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan dan Memenuhi Harapan Pemangku Kepentingan
Pengelolaan keuangan negara yang baik adalah pengelolaan keuangan negara yang dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikelola secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
BPK dalam meningkatkan perannya untuk mendorong terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang baik berupaya untuk membangun komunikasi dua arah secara efektif kepada semua pemangku kepentingan. Komunikasi efektif mencakup adanya pengelolaan informasi yang jelas dan akurat, pilihan media komunikasi yang tepat dan penerimaan informasi yang baik bagi semua pemangku kepentingan. Komunikasi yang efektif menitikberatkan kepada proses pendidikan kepada publik (public awareness) untuk dapat memahami kedudukan, peranan dan hasil pemeriksaan BPK. Dengan demikian, BPK dapat menyajikan informasi yang akurat mengenai mutu pengelolaan keuangan negara dan dapat menjaring serta menerima umpan balik informasi dari publik untuk perbaikan kualitas proses bisnis BPK.
Melalui sasaran strategis ini BPK mengharapkan adanya kontribusi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan mempercepat upaya perbaikan mutu pengelolaan keuangan negara secara komprehensif.
B.     Meningkatkan Fungsi Manajemen Pemeriksaan
Manajemen pemeriksaan mencakup kegiatan perencanaan strategis pemeriksaan, perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan untuk seluruh jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK.
Melalui sasaran strategis ini, BPK melakukan upaya pengendalian mutu pemeriksaan yang sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik serta sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan. Sasaran strategis ini juga meliputi upaya peningkatan cakupan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Melalui pelaksanaan pemeriksaan yang terintegrasi, BPK berkomitmen untuk meningkatkan fungsi manajemen pemeriksaan melalui pelaksanaan pemeriksaan yang lebih efisien dan efektif melalui pemanfaatan biaya pemeriksaan yang optimal dengan memanfaatkan teknologi informasi. Pemeriksaan yang dikelola dengan baik akan memberikan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan.
C.     Meningkatkan Mutu Pemberian Pendapat dan Pertimbangan
BPK dapat memberikan pendapat kepada para pemangku kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjannya. Pendapat yang diberikan dapat berupa perbaikan kebijakan dan tata kelola di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Di samping itu, BPK juga dapat memberikan pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara memungkinkan BPK memiliki data dan informasi keuangan negara yang diperlukan dalam memberikan pendapat dan pertimbangan yang diperlukan oleh para pemangku kepentingan.

D.    Meningkatkan Percepatan Penetapan Tuntutan Perbendaharaan dan Pemantauan Penyelesaian Ganti Kerugian Negara
Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik secara sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. BPK melakukan pemantauan atas penyelesaian ganti kerugian negara di seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan BUMN/BUMD.
Melalui sasaran strategis ini BPK ingin memastikan proses penetapan kerugian negara yang disebabkan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain dilakukan secara lebih cepat dengan memperhatikan peraturan yang berlaku. Di samping itu, BPK akan berupaya untuk dapat menyajikan database status penyelesaian ganti kerugian negara yang lengkap, akurat dan tepat waktu sehingga dapat menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian negara.


E.     Meningkatkan Efektivitas Penerapan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu
Sebagai lembaga profesi BPK dituntut untuk terus meningkatkan (1) kapasitas kelembagaan, (2) kompetensi pelaksananya sesuai dengan perkembangan dunia pemeriksaan, dan (3) hasil pemeriksaan yang bebas dari kesalahan, yang sejalan dengan kebutuhan pemangku kepentingan yang terus berubah. Melalui sasaran strategis ini, BPK berupaya untuk melaksanakan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM) secara konsisten dan berkesinambungan.
F.      Pemenuhan dan Harmonisasi Peraturan di Bidang Pemeriksaan Keuangan Negara
Dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK berwenang untuk merumuskan aturan-aturan pelaksanaan yang diperlukan untuk memastikan pelaksanaan kewenangan yang ada. Kewenangan BPK sebagaimana tertuang dalam peraturan perundangan-undangan antara lain mencakup kewenangan mengakses semua data dan informasi yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara serta mengatur perangkat yang diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan. Melalui sasaran strategis ini BPK bertekad untuk menyelesaikan aturan pelaksanaan yang dibutuhkan dan terlibat secara aktif dalam proses harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara.
G.    Meningkatkan Mutu Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Semua tugas dan wewenang BPK harus terakomodasi dalam suatu struktur organisasi efektif yang dilengkapi dengan perangkat organisasi sebagaimana diperlukan. Melalui sasaran strategis ini BPK berupaya untuk memiliki organisasi yang fleksibel dengan komposisi hemat struktur dan kaya fungsi serta dilengkapi dengan pedoman kerja yang jelas untuk memastikan standar kualitas kerja yang tinggi.
H.    Meningkatkan Kompetensi SDM dan Dukungan Manajemen
Sebagai organisasi yang bertumpu pada kecakapan dan keahlian, SDM merupakan aset terpenting BPK. Oleh sebab itu, penambahan jumlah pemeriksa dan pengembangan kemampuan serta kompetensi pegawai BPK menjadi prioritas utama untuk dapat mencapai hasil pemeriksaan yang berkualitas. Selain itu, BPK perlu menyediakan suatu lingkungan kerja yang kondusif, untuk menarik orang-orang terbaik di bidangnya, termasuk melalui peningkatan kesejahteraan pegawai.
Melalui sasaran strategis ini, BPK berupaya untuk menyusun dan mengimplementasikan manajemen sumber daya manusia yang komprehensif dan terintegrasi.
I.       Meningkatkan Pemenuhan Standar dan Mutu Sarana dan Prasarana
Kinerja BPK yang tinggi perlu didukung dengan tersedianya fasilitas kerja yang memadai sesuai dengan standar sarana dan prasarana kerja. Melalui sasaran strategis ini, BPK secara khusus berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penyediaan infrastruktur dan jaringan yang mendukung pelaksanaan seluruh kegiatan BPK. Selain itu, BPK akan terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana kerja lainnya untuk seluruh unit organisasi BPK.

J.       Meningkatkan Pemanfaatan Anggaran
Sebagai pelaksana anggaran negara BPK tidak lepas dari kewajiban untuk mengelola keuangan negara secara efisien, efektif, dan ekonomis dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Melalui sasaran strategis ini BPK berupaya untuk meningkatkan kualitas, ketertiban, dan kepatuhan proses perencanaan, penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran BPK sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di samping pertanggungjawaban anggaran, sasaran strategis ini difokuskan pada pemanfaatan anggaran secara optimal dalam rangka peningkatan kinerja BPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 145) hasil Amandemen, kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) saat ini adalah sebagai lembaga/penyelenggara negara.
Dalam kedudukan yang semakin kuat dan kewenangan yang makin besar itu, fungsi BPK itu sebenarnya pada pokoknya tetap terdiri atas tiga bidang, yaitu:
·         Fungsi operatif, yaitu berupa pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan, pengurusan dan pengelolaan kekayaan atas negara.
·         Fungsi yudikatif, yaitu berupa kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap perbendaharawan dan pegawai negeri bukan bendahara yang karena perbuatannya melanggar hokum atau melalaikan kewajiban yang menimbulkan kerugian keuangan dan kekayaan negara.
·         Fungsi advisory, yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan negara.

Kode Etik BPK-RI
Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK berkewajiban :
(1) memegang sumpah dan janji jabatan,
(2) bersikap netral dan tidak berpihak,
(3) menghindari terjadinya benturan kepentingan, dan
(4) menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi obyektivitas.
Sedangkan untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut, Anggota BPK :
(1) dilarang merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional atau asing,
(2) dilarang menjadi anggota partai politik, dan
(3) dilarang menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyebabkan orang lain meragukan independensinya.
Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK mempunyai kewajiban :
(1) bersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai dan keputusan,
(2) bersikap tegas dalam mengemukakan dan/atau melakukan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinannya perlu dilakukan, dan
(3) bersikap jujur dengan tetap memegang rahasia pihak yang diperiksa. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut, Anggota BPK dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK wajib untuk :
(1) menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan,
(2) menyimpan rahasia negara dan/ atau rahasia jabatan,
(3) menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain, serta
(4) menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya.

Tugas BPK - RI
Tugas dan wewenang Badan Pengawas Keuangan disebutkan dalam UU Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada BAB III bagian kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isisnya antara lain adalah sebagai berikut.
  1. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.
  1. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
  1. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
  1. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
  1. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
  1. Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada instansi yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana tersebut.
Wewenang BPK - RI
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 BAB III bagian kedua diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan pemeriksaan. Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga menjadi wewenang dari BPK tersebut.
  1. Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat untuk bahan pemeriksaan.
  1. BPK berwenang memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan untuk menunjang sifat pekerjaan BPK.
  1. BPK berwenang memberi nasihat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan penyelesaian masalah kerugian negara.
Pengertian Keuangan Negara
1.      Menurut Van Der Kamp
Keuangan Negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang atau barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.
2.      Menurut M. Ichwan
Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang lazimnya atu rahun mendatang.
3.      Menurut Geodhart
Keuangan negara merupakan keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan melanjutkan alat pembiayaan yang diperluka untuk menutup pengeluaran tersebut.
4.      Menurut Glen A. Welsch
Keuangan negara adalah suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk dalam periode tersebut.
5.      Menurut UU Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 mendefinisi keuangan negara sebagai berikut:
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Berdasarkan beberapa paparan Pengertian Keuangan Negara diatas.  Maka pengertian keuangan negara secara umum adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai atau bersangkutan dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara yang berkaitan dengan perencanaan negara dimasa mendatang.
Ruang Lingkup Keuangan Negara
Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. hak negara memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, serta melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan negara;
d. pengeluaran negara;
e. penerimaan daerah;
f. pengeluaran daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah; dan
j. kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Peran BPK – RI
Peningkatan peran BPK telah dimulai sejak beberapa tahun lalu sebelum terbitnya UU No. 15 tahun 2006 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Peran BPK sekarang dan mendatang antara lain :
1). Membantu masyarakat dan pengambil keputusan untuk melakukan alternatif pilihan masa depan terkait dengan pengawasan keuangan negara.
2). Mendalami kebijakan dan masalah publik bidang keuangan negara.
3). Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kebijakan pemerintah serta ketaatan atas aturan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
4). Membantu pemerintah untuk mengimplementasikan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
5). Membantu pemerintah melakukan perubahan struktural BUMN, maupun Badan Layanan Umum.
6). Upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan tindakan KKN kepada penegak hukum melaui audit dan pengawasan keuangan negara.
Peran strategis BPK Dalam Melindungi Keuangan Negara Dari Tindak Pidana Korupsi
BPK Sebagai lembaga yang mempunyai peran strategis dalam melindungi keuangan negara, terus bekerja keras mempertahankan stabilitas keuangan di negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi yang dilaporkan melalui KPK memberi dampak positif terhadap sirkulasi keuangan yang mengalir di indonesia. Eksistensi BPK sudah terlihat dengan terkuaknya kasus-kasus besar yang menyebabkan kerugian negara. Yaitu setelah menemukan hasil audit yang mencurigakan dan berdampak pada kerugian negara, BPK akan mencari akar permasalahan dari-dari tersebut dengan di bantu oleh KPK.
Adapun berbagai peran yang dilakukan oleh BPK untuk ikut memberantas korupsi dalam menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara. Peran yang pertama adalah untuk meningkatkan kualitas pemeriksaannya (LHP). Pemeriksaan BPK terdiri dari dua kelompok besar. Kelompok pertama, adalah berupa pemeriksaan secara umum (keuangan, kinerja, atau pemeriksaan lainnya). Kelompok kedua adalah pemeriksaan khusus secara internal yang ditujukan untuk mendeteksi terjadinya tindak korupsi melalui pemeriksaan investigasi dan pemeriksaan khusus (investigative and fraud audit).
Laporan Pemeriksaan BPK juga dimuat selengkapnya di website-nya untuk dapat diketahui dan dikritisi oleh umum. Peran kedua yang dilakukan oleh BPK dalam melindungi keuangan negara adalah ikut mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Kinerja BPK dalam Melindungi Serta Menjaga stabilitas Keuangan Negara
Ibarat pertumbuhan pada sebuah pohon yaitu semakin tumbuh tinggi menjulang keatas maka semakin kencang pula angin yang menghantamnya. Perumpaan ini juga terjadi dalam negara Indonesia ini karena di umur negara kita yang semakin dewasa ini. maka semakin banyak masalah yang melanda negara kita khususnya di bidang birokrasi pemerintah yang semakin kalut. Politik dan korupsi memang sulit untuk dipisahkan bahkan ironisnya banyak pejabat pemerintahan dengan gampangnya mencoreng nama bangsa dengan korupsi yang dilakukan. Bukan hanya kasus-kasus korupsi dalam jumlah besar yang dilakukan oleh para pejabat kita bahkan oknum-oknum pemerintah daerah pun sudah leluasa melakukan tindakan korupsi di daerah yang dipimpinnya dengan melakukan laporan audit palsu untuk kepentingan korupsi.
Perkara ini semakin membuat kalut birokrasi di negara kita. Bukannya menciptakan negara yang anti terhadap korupsi malah membuat indonesia sebagai surga bagi para koruptor dan menjadi neraka bagi yang anti terhadap korupsi. Seperti telah diketahui dan dirasakan bersama, betapa keji dan biadabnya perbuatan korupsi yang mengakibatkan terampasnya hak asasi ratusan juta rakyat Indonesia. Mulai dari hak memperoleh pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, papan dan sederet hak-hak lainnya yang harus dipenuhi oleh negara sebagai kewajiban mendasar terhadap rakyat dan warga negaranya. Hak rakyat dan warga negara dan kewajiban negara, gagal untuk dipenuhi dan ditunaikan karena tindakan biadab dari para koruptor.
Sebagai otoritas pemeriksa yang melakukan perlindungan terhadap keuangan negara, BPK juga berwenang mengeluarkan peraturan terkait pemeriksaan keuangan negara, agar menguji dan mengambil sumpah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang melakukan pemeriksaan keuangan negara serta memeriksa hasil kerjanya. Secara teknis, BPK akan membina pengawas internal, termasuk Irjen dan Bawasda, yang menjadi mitra kerjanya. Pendelegasian wewenang seperti ini sangat penting karena selain tidak akan mampu, BPK pun tidak perlu melakukan sendiri audit semua lembaga dan organisasi pemerintahan, termasuk BUMN dan BUMD. Sebagian besar dari pekerjaan audit tersebut akan didelegasikan kepada KAP sedang BPK akan berkonsentrasi pada audit objek-objek pemeriksaan yang sangat penting dan strategis saja. UUD 1945 sekaligus memberikan kewenangan legislasi kepada BPK.
Kewenangan quasi-judicial seperti itu memberikan kewenangan kepada BPK untuk menetapkan ganti rugi kerugian negara dalam hal pelanggaran administrasi keuangan negara. Menginat pemerintah Orde Baru sangat membatasi objek pemeriksaan BPK. Di masa itu, Bank Indonesia, Pertamina, bank-bank negara dan berbagai BUMN lainnya bukan merupakan objek pemeriksaan BPK. Tanpa seijin Menkeu dan Dirjennya sendiri, BPK tidak dapat memeriksa Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Demikian juga dengan BUMN yang sudah go public maupun yayasan yang terkait dengan kedinasan. Dewasa ini objek pemeriksaan BPK diperluas meliputi seluruh aspek keuangan negara, sejalan dengan amanat UUD 1945 dan Paket UU tentang Keuangan Negara yang telah disebut di atas. Mengingat luasnya objek pemeriksaannya dan terbatasnya kemampuannya, prioritas audit BPK dewasa ini diarahkan pada aspek pengeluaran dan penerimaan negara dan Pemda terpenting.
Pemeriksaan BPK diprioritaskan pada objek-objek yang sangat membebani keuangan negara, seperti bank-bank pemerintah, Pertamina, Bank Indonesia, serta BUMN lainnya. Priotas kedua adalah pengeluaran negara yang rawan KKN, seperti pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Sebagai contoh, tidak mungkin Indonesia memiliki angkatan bersenjata yang tangguh jika dikorupsikan anggaran yang terbatas untuk membeli peralatan. Tidak mungkin prajurit mau mengikuti perintah komandan yang menilap anggaran kesatuan termasuk asuransi dan tabungan hari tuanya. Prioritas ketiga pemeriksaan BPK adalah sektor-sektor yang strategis bagi perekonomian dan penting bagi hajat hidup orang banyak, seperti Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Bulog dan Perusahaan Listrik Negara. Pada sisi penerimaan, pemeriksaan BPK diprioritaskan pada penerimaan pajak, penerimaan negara nonpajak, penjualan aset negara dan Pemda.
Pengawasan Keuangan Negara BPR – RI
Sistem pengawasan dan pemeriksaan merupakan bagian dari sistem pengelolaan keuangan Negara yang berperan untuk memastikan bahwa keuangan negara telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dengan mentaati peraturan perundangan yang berlaku, karena keuangan negara pada dasarnya bersumber dari rakyat misalnya :
a. Pajak dan retribusi dipungut dari rayat, laba
b. BUMN/D modalnya dari rakyat
c. Hutang akan menjadi beban rakyat
d. Hibah karena ada kepentingan rakyat
e. dan eksploitasi sumber daya alam adalah milik rakyat.
Karena itulah sudah selayaknya keuangan negara yang diakumulasi dari rakyat tersebut harus dikelola dan didistribusikan kembali demi kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 perubahan ketiga yaitu : APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung-jawab sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Pengawasan terhadap keuangan negara diklasifikasikan menjadi :
a. Pengawasan Internal
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berada dalam struktur pemerintah/eksekutif. Pengawasan internal terdiri dari
1). Pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat, yaitu kegiatan atau usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, dan harus dilakukan sendirioleh pimpinan organasasi
2). Pengawasan Fungsional, merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintan maupun ekstern perintah. Yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peratuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pengawasan Eksternal
Pengawasan eksternal adalah suatu bentuk pengawasan yang berasal dari luar lingkungan pemerintah sehingga antara pengawas dan pihak yang diawasi tidak ada hubungan kedinasan, lembaga yang melakukan pengawasan antara lain : DPR/DPRD dan BPK.

Korelasi BPK – RI dengan Pengawasan Keuangan Negara
Hubungan atau korelasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dengan pengawasan keuangan negara adalah setiap kekayaan negara atau daerah akan diaudit dan diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK – RI) secara transparan, akuntabel dan obyektif.
Proses pengawasan keuangan negara tersebut diantaranya dilakukan melalui pengawasan dengan sistem e-audit, yaitu pengawasan melalui pusat data BPK yang menggabungkan data elektronik BPK (e-BPK) dengan data elektronik auditee atau pihak yang diperiksa oleh BPK –seperti kementerian negara, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan lain-lain.
Dengan sinergi data dengan pihak yang diperiksanya itu, nantinya BPK akan dapat melakukan perekaman, pengolahan, pertukaran, pemanfaatan dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak, dalam rangka melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara.
Dari penjelasan ini dapat kita ketahui bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dengan pengawasan keuangan negara memiliki hubungan atau korelasi, yakni pengawasan keuangan negara akan melibatkan BPK RI, antara lain pengawasan keuangan negara tersebut dilakukan melalui e-audit, yang mana menggabungkan data elektronik dari BPK RI dengan data elektronik auditee atau pihak yang diperiksa.
Selain itu pengawasan keuangan Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) melakukan tiga jenis pemeriksaan yaitu: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
·         Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan, yaitu laporan keuangan pemerintah pusat, kementerian Negara/lembaga, dan pemerintah daerah serta laporan keuangan BUMN/BUMD. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan pendapat (opini) tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
·         Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif.
·         Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
Contoh Kasus dan Analisis
SKANDAL PETRAL: Audit BPK Tergantung Niat Pertamina
SWAOnline | November 13, 2015
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Achsanul Qosasi mengatakan lembaganya belum menerima permintaan untuk mengaudit investigatif pengadaan minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) periode 2012-2014. Dia menyatakan BPK siap bila Pertamina atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta lembaganya menelusuri dugaan kerugian negara yang diakibatkan oleh Petral seperti hasil audit forensik auditor Kordha Mentha.
 “Ada kerugian negara atau tidak, apakah ada pidana, nanti bakal tampak dari situ,” kata Achsanul saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 November 2015. Dia mengatakan, keputusan bersalah atau tidak tergantung dari Pertamina apakah perusahaan pelat merah itu meminta audit kerugian negara atau tidak. Bila ada permintaan audit, kata dia, hasilnya bisa ditindaklanjuti oleh para penegak hukum.
Menurut Achsanul, BPK pernah memeriksa pengadaan minyak oleh Petral pada 2013 dan 2014. Auditor menemukan beberapa hal yang harus dibenahi dalam pengadaan minyak saat itu. Hasilnya antara lain dari proses tender, pengiriman, hingga pemilihan partner terdapat masalah. “Pertamina tidak efisien,” ujarnya. Namun, ia tidak tahu apakah Pertamina sudah menjalankan rekomendasi audit BPK. “Hasilnya juga sudah kami sampaikan ke Pertamina.”
Dia mengatakan hasil audit BPK saat itu memang berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan oleh KordhaMentha, auditor kaliber internasional yang bermarkas di Australia. Sebabnya, proses audit konsultan asing tersebut hanya berfokus pada pengadaan saja. “Kalau BPK tidak ke situ, tapi lebih kepada pada compliance,” ujar Achsanul.
Sebelumnya, audit forensik dari KordhaMentha mengungkap adanya mafia yang menyebabkan pengadaan minyak Petral lebih mahal. Audit periode 2012-2014 itu menemukan kejanggalan karena sejak 2012 Petral selalu memprioritaskan pengadaan minyak lewat perusahaan nasional rekanannya. Akibat penggiringan itu, Pertamina cuma mendapat diskon US$ 30 sen per barel, dari yang seharusnya US$ 1,3 per barel. Akibatnya negara merugi hingga Rp 250 triliun.
Juru bicara PT Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan, pihaknya enggan menyatakan adanya kerugian akibat pengadaan minyak oleh Petral. Pertamina mengaku terbuka jika ada penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi yang turun tangan menyelidiki temuan ini. “Tugas Pertamina menjalankan audit forensik sudah selesai. Tindak lanjutnya domain keputusan pemegang saham dan aparat hukum.”
Tempo.co


Analisis
Akar dari kasus ini adalah keberadaan pihak ketiga diluar manajemen petral dan pertamina yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM), mulai dari mengatur tender dengan harga perhitungan sendiri, menggunakan instrumen karyawan, dan manajemen Petral saat melancarkan aksi.
Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan.
Ketika itu juga presiden Joko Widodo membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai oleh Faisal Basri. Tim ini menyelidiki adanya Mafia minyak dan gas yang ada ditubuh petral. Pada akhirnya tim reformasi tata kelola migas memberikan lima rekomendasi ke presiden.
Pertama, menata ulang seluruh proses dan kewenangan penjualan dan pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM).
Kedua, tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh Petral, melainkan dilakukan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Petral dapat menjadi salah satu peserta lelang pengadaan dan penjualan minyak mentah dan BBM yang dilaksanakan ISC. Namun, dengan proses yang terbuka.
Ketiga, mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer. Keempat, yakni menyusun roadmap menuju world class oil trading company oleh manajemen baru Petral serta mempersiapkan infrastruktur yang diperlukan.
Kelima atau terakhir, yakni melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik dilkukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura dan negara terkait lainnya. Hasil audit itu untuk membongkar dugaan keberadaan mafia migas di Indonesia.
Pada akhirnya Petral dibubarkan sejak 13 Mei 2015 lalu. Tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina).
Pada saat ini muncul rencana atau wacana oleh BPK RI untuk mengaudit investigatif pengadaan minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) periode 2012-2014.
BPK bersedia melakukan audit investigatif Petral apabila Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meminta.
Dari kasus ini saya dapat menganalisa bahwa latar belakang munculnya audit ulang Petral oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) karena Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK RI)
merupakan lembaga pemeriksa keuangan negara yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara. Dalam hal ini termasuk diantaranya pemeriksaan dan pengawasan terhadap Petral.
Selama ini yang terjadi adalah Pertamina menunjuk lembaga auditor swasta yakni Kordha Mentha untuk mengaudit Petral. Padahal secara Undang dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang Undang nomor 15 Tahun 2006 dikatakan secara jelas bahwa, yang memiliki kewenangan besar dalam pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK – RI).
Kemudian selain itu dapat dianalisa secara logika bahwa, apabila pertamina memilih, menunjuk, dan membayar sendiri suatu lembaga auditor untuk mengaudit pertamina maka hasilnya tidak akan optimal. Karena penilaian yang dilakukan tidak secara obyektif. Muncul kemungkinan bahwa lembaga auditor swasta tersebut akan merasa sungkan mengeluarkan raport merah mengenai hasil audit. Karena lembaga tersebut telah dibayar oleh pertamina.





Solusi
Solusi yang dapat saya usulkan adalah, seperti yang kita ketahui saat ini petral sudah dibubarkan, dan tugas nya dilimpahkan kepada PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina).
Akan jauh lebih baik bahwa saat ini fokus pada pengawasan terhadap kinerja ISC Pertamina, apakah sudah tidak terdapat mafia minyak dan gas didalamnya, termasuk didalamnya mengenai pengawasan keuangan. Karena sumberdaya finansial yang ada di ISC Pertamina merupakan Keuangan negara.
Dalam melaksanakan pengawasan ini maka peran Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perlu dilibatkan sebagai aktor utama. Karena Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia (BPK-RI) sebagai lembaga negara memiliki tugas dan kewenangan memeriksa maupun mengawasi keuangan negara.
Jangan sampai terulang lagi bahwa Pertamina memilih, menunjuk, bahkan membayar sendiri tim auditor dari lembaga swasta. Karena lembaga auditor swasta memiliki orientasi pada pencarian keuntungan. Apabila pertamina mampu membayar tim auditor swasta tersebut dengan nominal yang tinggi, maka proses penilaian atau audit yang dilakukan tidak akan obyektif. Sehingga berpengaruh pada kualitas audit atau pengawasan yang dihasilkan.
Transparansi informasi publik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang selama ini sudah bagus perlu ditingkatkan, apalagi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah memperoleh berbagai penghargaan terkait dengan akses keterbukaan informasi publik. Penghargaan tersebut bisa menjadi motivasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) untuk terus meningkatkan akses keterbukaan informasi publik pada masyarakat luas.
Penutup
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki tugas dan wewenang dalam kaitannya dengan pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara. Peran Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) pada saat ini mengalami perkembangan sangat pesat sebagai salah satu lembaga audit keuangan negara yang profesional, Transparan, akuntabel, independen dan obyektif.
Peran tersebut diantaranya dibidang pengawasan keuangan negara, seperti berperan dalam melindungi keuangan negara dalam tindak pidana korupsi dan menjaga stabilitas keuangan negara. Dalam menjalankan tugas dan fungsi nya sebagai lembaga tinggi negara yang mengurusi tentang pengawasan keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara, serta peraturan perundangan lain yang terkait dengan pengawasan keuangan negara.
Dalam melaksanakan pengawasan keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia (BPK-RI) melakukan pemeriksaan yang dibagi dalam tiga jenis pemeriksaan yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan maksud tertentu. Pada saat ini Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) melakukan terobosan dengan pemeriksaan keuangan berbasis E-Audit, yaitu pengawasan melalui pusat data BPK yang menggabungkan data elektronik BPK (e-BPK) dengan data elektronik auditee atau pihak yang diperiksa oleh BPK –seperti kementerian negara, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan lain-lain.
Sehingga kedepan peran Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia (BPK-RI) semakin meningkat, hal ini dibuktikan dengan akses keterbukaan terhadap informasi publik yang diterapkan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) terkait dengan hal pengawasan keuangan negara.

DAFTAR PUSTAKA
Buku               :
Republik Indonesia. 2015. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI. Jakarta
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Sekretariat Negara. Jakarta

Internet          :
http://www.bpk.go.id/page/selayang-pandang
https://oneclubaplikom.wordpress.com/2010/11/21/peran-bpk-dalam-pemeriksaan-dan-pengawasan-pengelolaan-keuangan-negara/
http://swa.co.id/listed-articles/skandal-petral-audit-bpk-tergantung-niat-pertamina
http://nasional.kompas.com/read/2015/05/21/21212801/Faisal.Basri.Beberkan.Kasus.Petral.ke.Bareskrim
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pemeriksa_Keuangan_Republik_Indonesia
http://ppknsalasiah.blogspot.co.id/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://www.kompasiana.com/habsulnurhadi/badan-pemeriksa-keuangan-dan-keterkaitannya-dengan-tiga-undang-undang-bidang-keuangan-negara_551f8ea9a33311253bb66173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar