Rabu, 28 Oktober 2015

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR-RI) SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN




MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR-RI)
SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN

OLEH
Nama                           : Farco Siswiyanto Raharjo
NIM/NPM                  : 13400009
Program Studi             : Ilmu Administrasi Negara
Mata Kuliah                : Sistem Administrasi Negara Indonesia
Dosen Pengampu        : Dr. Suwardi, M.Si

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
2014






Tugas ini disusun dan dipersiapkan oleh


FARCO SISWIYANTO RAHARJO
NPM 13400009

Guna memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia
Untuk Kemudian diberikan penilaian oleh dosen pengampu


Dr. Suwardi, M.Si
NIPY 0193.0168








PERSEMBAHAN







Tugas ini saya persembahkan kepada :
1.      Kedua Orang Tua, Mama dan Papa yang telah memberikan segalanya untuk saya.
2.      Kakek dan Nenek yang terkasih.
3.      Teman Teman Sekelas dan Se program study Ilmu Administrasi Negara yang menjadi bagian dari hidup saya.
4.      Dosen Dosen Program Study Ilmu administrasi Negara yang tanpa lelah senantiasa memberikan Ilmu Pengetahuan Kepada saya.
5.      Teman Teman Organisasi Kampus yang telah bekerjasama dengan saya dalam berbagai kegiatan.




Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan karunia nya saya dapat menyelesaikan penulisan tugas  untuk mata kuliah SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA.
Tugas ini diberi judul “KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR-RI) SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN”.
Semoga dengan tugas yang saya buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita bersama. Saya sadar dalam penulisan tugas ini banyak terdapat beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tugas ini.
Semoga tugas yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
                                                                                                Karanganyar, 25 Oktober 2014
                                                                             Hormat Saya

Farco Siswiyanto Raharjo
NPM :13400009



PENDAHULUAN

       I.            Dialektika Pemikiran
Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang mempunyai eksistensi dengan posisi strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam perjalanan nya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia melewati beberapa perjalanan dan perkembangan, yaitu sebagai lembaga tertinggi negara hingga saat ini berubah menjadi lembaga tinggi negara.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu mewujujudkan lembaga permusyawaratan rakyat yang mampu mengejawantahkan nilai nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Posisi dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia sebagai lembaga negara mengalami perjalanan maupun perkembangan yang sangat bervariasi berdasarkan zaman nya. Baik dalam era orde lama, orde baru, maupun era reformasi tahun 1998 hingga sekarang.
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.
Dengan hal ini, penulis menuangkan pemikiran maupun gagasan tentang hal yang berhubungan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia dan perjalanan serta perkembangannya dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.


    II.            Rumusan Masalah
1.      Apa konsep/Pengertian Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)?
2.      Bagaimana perbedaan Susunan dan Kedudukan MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945?
3.      Bagaimana perbedaan tugas dan wewenang MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945?
4.      Apa saja hak dan kewajiban anggota MPR RI?
5.      Berikan Contoh artikel yang berkaitan dengan MPR RI dan kemudian dianalisa sesuai Peraturan Perundang Undangan sebagai rujukan Menjawab permasalahan artikel !

 III.            Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang Lembaga Negara terutama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mengetahui fenomena yang terjadi didalam nya.
Penulisan ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia sebagai syarat kelengkapan tugas ujian semester gasal tahun ajaran 2014/2015.


PEMBAHASAN

1.      Konsep/Pengertian Majelis Permusyawaratan Rakyat

Menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disingkat MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Pasal 3 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Secara umum, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau cukup disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR-RI atau MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

2.      Susunan dan Kedudukan MPR RI sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945
·         Sebelum Amandemen
Susunan MPR RI sebelum amandemen terdiri atas :
A.    Dewan Perwakilan Rakyat, yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung.
B.     Utusan Golongan, masing masing mewakili golongan agama, golongan ekonomi, golongan cendekiawan, golongan perintis kemerdekaan veteran, LSM dan Mahasiswa, golongan perempuan, Pegawai Negeri Sipil, Etnis minoritas dan penyadang cacat.
C.     Utusan Daerah, Mewakili pemerintah daerah seluruh provinsi yang ada di Indonesia.


Kedudukan MPR RI sebelum amandemen :
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Dengan kata lain MPR merupakan penjelmaan pendapat dari seluruh warga Indonesia.

·         Sesudah Amandemen
Susunan anggota MPR RI sesudah amandemen terdiri atas :
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
(Rujukan : Pasal 2 UU no 17 tahun 2014 tentang MD3).
Kedudukan MPR RI sesudah amandemen :
MPR adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang mempunyai fungsi legislasi. pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

3.      Tugas dan wewenang MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945.
·         Sebelum amandemen :
Tugas MPR RI Sebelum amandemen :
1.      Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
2.      Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat.
Wewenang MPR RI sebelum amandemen :
1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
6. Mengubah undang-Undang Dasar.
7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
9. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.

·         Sesudah amandemen :
Tugas MPR RI Sesudah amandemen :
1.    memasyarakatkan ketetapan MPR;
2. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
3. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan
4.  menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



Wewenang MPR RI sesudah amandemen :
1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;
3. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
4. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
5. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
6. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

4.      Hak dan Kewajiban Anggota MPR RI
Anggota MPR berhak :
a.       mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.      menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
c.       memilih dan dipilih;
d.      membela diri;
e.       imunitas;
f.       protokoler; dan
g.      keuangan dan administratif.
Anggota MPR berkewajiban:
a.       memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b.      melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
c.       memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
d.      mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.       mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
f.       melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah   
(Rujukan : Pasal 10 dan 11 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3).

5.      Contoh Artikel dan Analisa
Wacana pengembalian MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai Lembaga tertinggi Negara.
Wacana pengembalian MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai Lembaga tertinggi Negara yang berada di atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.dan munculnya wacana ini mendapat tanggapan baik dari kelompok yang pro maupun dari kelompok yang kontra
Memang tak bisa dipungkiri semenjak tidak ada lembaga tertinggi negara sistem ketatanegaraan indonesia seakan menjadi kacau karena masing-masing lembaga negara memperlihatkan diri sebagai lembaga yang terkuat contoh misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya terdiri dari 9 anggota kadang memutus dan membatalkan suatu peraturan perundang-undangan karena dianggap bertentangan dengan UUD , padahal sebuah undang -undang yang dibuat dari lembaga DPR yag terdiri dari 560 orang dibatalkan hanya oleh 9 orang saja hal ini kan sangat aneh.
Belum lagi kadang MK memutus sendiri perkara yang terkait dengannya seperti halnya misalanya MK perna memutuskan dan membatalkan bebarapa pasal dalam UU mahkamah konstitusi nomor 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan revisi dari UU nomor 24 tahun 2004 tentang MK.
Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka hal ini membuat beberapa lembaga negara merasa yang paling kuat dinegara ini karena itu untuk mengantisipasi mengenai masalah ini maka penulis sepakat sudah saatnya MPR kembali menjadi Lembaga tertinggi Negara sehingga jika sebuah lembaga negara dalam menjalankan tugasnya sudah melampau kewenangannya maka MPR sebagai lembaga tertinggi bisa memutuskan akan hal tersebut.
Dalam Undang-Undang MPR memiliki kewenangan yaitu:

Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.



Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
sumber ;www.kompas.com




Analisa :
Menurut saya wacana pengembalian MPR RI sebagai lembaga tinggi negara tidak pantas untuk direalisasikan pada saat ini, mengingat bahwa sikap dan perilaku anggota MPR RI yang terdiri dari DPR dan DPD tidak mencerminkan sikap seorang negarawan. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa sidang paripurna terakhir ini selalu memicu keributan dan berbagai interupsi demi kekuasaan sesaat.
Contoh : Pengesahan UU MD3, Pemilihan Pimpinan MPR, Pemilihan Pimpinan DPR, Pemilihan ketua komisi.
Sidang paripurna tersebut berlangsung secara tidak baik karena berlangsung dengan hujan interupsi yang begitu panas dan memicu keributan.
Seringkali para anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD hanya mewakili kepentingan golongan nya demi mencapai kekuasaan yang sementara. Padahal rakyat sangat berharap besar supaya anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang berada di daerah pemilihan nya.
Apabila MPR dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara maka akan melanggar beberapa Rujukan peraturan perundang undangan, diantaranya :
Pasal 3 Undang undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, yang berbunyi : “MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara”.
Telah jelas bahwa dalam pasal tersebut menempatkan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) sebagai lembaga negara. Maka otomatis kedudukan nya sama dengan lembaga negara lain nya, apabila ingin menjadikan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai lembaga tertinggi negara maka harus melakukan revisi terhadap UU ini, dan saya memprediksi akan menimbulkan polemik yang cukup besar dikalangan masyarakat.
Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
pasal ini dalam amandemen ke 3 telah diubah menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Telah jelas bahwa setelah amandemen UUD NRI 1945 dilakukan, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai penjelmaan pelaksanaan kedaulatan rakyat, pelaksanaan kedaulatan rakyat kini didasarkan pada undang undang dasar, bukan pada MPR.
Dengan latar belakang penjelasan tersebut maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diposisikan sejajar dengan lembaga negara lainnya. Bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara.
Berdasarkan Rujukan pasal peraturan perundang undangan tersebut maka akan lebih tepat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diposisikan sebagai lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga tinggi lainnya.
Karena apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diposisikan sebagai lembaga tertinggi negara maka otomatis bertentangan dengan UUD NRI 1945 hasil amandemen sebagai Konstitusi Negara Indonesia serta UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
Pengembalian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai lembaga tertinggi negara akan berbahaya, karena tidak ada lembaga yang lebih tinggi untuk mengawasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam melaksanakan tugas nya. Dan hal ini akan muncul potensi tindakan sewenang wenangan anggota MPR RI untuk kepentingan anggota kelompok nya tanpa peduli dengan aspirasi rakyat yang ada di luar sana. Bahkan bukan tidak mungkin produk yang dihasilkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bertentangan dengan kepentingan umum dan mengingkari naluri masyarakat.



KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disipulkan sebagai berikut :
Ø  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah berubah kedudukan nya, dari yang semula sebagai “lembaga tertinggi negara” sekarang menjadi kedudukan nya sebagai “lembaga tinggi negara”.
Ø  Komposisi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) mengalami perubahan pada era sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD NRI 1945, yaitu :
Sebelum Amandemen terdiri dari : DPR, Utusan Golongan, Utusan Daerah.
Sesudah Amandemen terdiri dari : DPR dan DPD.
Ø  Tentang GBHN : setelah amandemen Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) tidak lagi membuat Garis Besar Halauan Negara (GBHN).
Ø  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) tidak lagi memilih presiden dan/atau wakil presiden, karena Presiden dan/atau wakil presidem dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.
Ø  Mengenai artikel tentang wacana pengembalian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) sebagai lembaga tertinggi negara, saya beranggapan hal ini tidak cocok dilakukan pada saat ini, mengingat bahwa anggota  MPR yakni DPR dan DPD saat ini mengalami konflik yang pelik dan hanya memfokuskan kepentingan golongan dan partai yang diwakilinya, tidak memfokuskan bekerja dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Selain itu pengembalian MPR RI sebagai lembaga tertinggi bertentangan dengan peraturan perundang undangan, diantaranya :
Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen.
Pasal 3 Undang undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
Dari hal tersebut telah jelas dasar hukumnya, bahwa pengembalian MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar