MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR-RI)
SEBELUM
DAN SETELAH AMANDEMEN
OLEH
Nama :
Farco Siswiyanto Raharjo
NIM/NPM :
13400009
Program Studi :
Ilmu Administrasi Negara
Mata Kuliah :
Sistem Administrasi Negara Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Suwardi, M.Si
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SLAMET RIYADI SURAKARTA
2014
Tugas ini disusun dan dipersiapkan oleh
FARCO SISWIYANTO RAHARJO
NPM 13400009
Guna memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata
Kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia
Untuk Kemudian diberikan penilaian oleh dosen
pengampu
Dr. Suwardi, M.Si
NIPY 0193.0168
PERSEMBAHAN
Tugas ini saya persembahkan kepada :
1. Kedua Orang Tua, Mama dan Papa yang telah memberikan
segalanya untuk saya.
2. Kakek dan Nenek yang terkasih.
3. Teman Teman Sekelas dan Se program study Ilmu
Administrasi Negara yang menjadi bagian dari hidup saya.
4. Dosen Dosen Program Study Ilmu administrasi
Negara yang tanpa lelah senantiasa memberikan Ilmu Pengetahuan Kepada saya.
5. Teman Teman Organisasi Kampus yang telah
bekerjasama dengan saya dalam berbagai kegiatan.
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena dengan berkat dan karunia nya saya dapat menyelesaikan
penulisan tugas untuk mata kuliah SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA.
Tugas ini diberi judul “KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN
RAKYAT (MPR-RI) SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN”.
Semoga dengan tugas yang saya buat ini dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman kita bersama. Saya sadar dalam penulisan
tugas ini banyak terdapat beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan
tugas ini.
Semoga tugas yang saya buat ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Terima kasih.
Karanganyar,
25 Oktober 2014
Hormat Saya
Farco
Siswiyanto Raharjo
NPM
:13400009
PENDAHULUAN
I.
Dialektika
Pemikiran
Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR)
Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang mempunyai eksistensi dengan
posisi strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam perjalanan nya
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia melewati beberapa
perjalanan dan perkembangan, yaitu sebagai lembaga tertinggi negara hingga saat
ini berubah menjadi lembaga tinggi negara.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat
atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, perlu mewujujudkan lembaga permusyawaratan rakyat
yang mampu mengejawantahkan nilai nilai demokrasi serta menyerap dan
memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Posisi dan Peran Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) Republik Indonesia sebagai lembaga negara mengalami perjalanan
maupun perkembangan yang sangat bervariasi berdasarkan zaman nya. Baik dalam
era orde lama, orde baru, maupun era reformasi tahun 1998 hingga sekarang.
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang
berakibat berakhirnya masa pemerintahan orde baru, mulailah terjadi perubahan
(Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap perubahan
ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah satu
dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi
Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah
“lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran
kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.
Dengan hal ini, penulis menuangkan
pemikiran maupun gagasan tentang hal yang berhubungan dengan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) Republik Indonesia dan perjalanan serta perkembangannya dalam
kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
II.
Rumusan
Masalah
1. Apa
konsep/Pengertian Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)?
2. Bagaimana
perbedaan Susunan dan Kedudukan MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen
UUD 1945?
3. Bagaimana
perbedaan tugas dan wewenang MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD
1945?
4. Apa
saja hak dan kewajiban anggota MPR RI?
5. Berikan
Contoh artikel yang berkaitan dengan MPR RI dan kemudian dianalisa sesuai
Peraturan Perundang Undangan sebagai rujukan Menjawab permasalahan artikel !
III.
Tujuan
Penulisan
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang Lembaga Negara terutama
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mengetahui fenomena yang
terjadi didalam nya.
Penulisan
ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Administrasi Negara
Indonesia sebagai syarat kelengkapan tugas ujian semester gasal tahun ajaran
2014/2015.
PEMBAHASAN
1.
Konsep/Pengertian
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Menurut
Pasal 1 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang selanjutnya disingkat MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Menurut
Pasal 3 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3, MPR merupakan lembaga
permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Secara
umum, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau cukup disebut
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR-RI atau MPR) adalah lembaga
legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia.
2.
Susunan
dan Kedudukan MPR RI sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945
·
Sebelum
Amandemen
Susunan
MPR RI sebelum amandemen terdiri
atas :
A. Dewan Perwakilan Rakyat,
yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung.
B. Utusan Golongan,
masing masing mewakili golongan agama, golongan ekonomi, golongan cendekiawan,
golongan perintis kemerdekaan veteran, LSM dan Mahasiswa, golongan perempuan,
Pegawai Negeri Sipil, Etnis minoritas dan penyadang cacat.
C. Utusan Daerah,
Mewakili pemerintah daerah seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Kedudukan
MPR RI sebelum amandemen :
MPR
merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas (super
power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Dengan kata lain
MPR merupakan penjelmaan pendapat dari seluruh warga Indonesia.
·
Sesudah
Amandemen
Susunan
anggota MPR RI sesudah amandemen
terdiri atas :
MPR
terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum.
(Rujukan
: Pasal 2 UU no 17 tahun 2014 tentang MD3).
Kedudukan
MPR RI sesudah amandemen :
MPR
adalah Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Yang mempunyai fungsi legislasi.
pasca perubahan UUD 1945 Keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibanding
sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan
tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang
sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.
3.
Tugas
dan wewenang MPR RI sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945.
·
Sebelum
amandemen :
Tugas
MPR
RI Sebelum amandemen :
1. Sebagai
Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena
“kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR
adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan
UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
2. Susunan
keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan
yang diangkat.
Wewenang
MPR RI sebelum amandemen :
1. Membuat
putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain,
termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2. Memberikan
penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
3. Menyelesaikan
pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
4. Meminta
pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis
Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5. Mencabut mandat dan
memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau
Undang-Undang Dasar.
6. Mengubah
undang-Undang Dasar.
7. Menetapkan Peraturan
Tata Tertib Majelis.
8. Menetapkan Pimpinan
Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
9. Mengambil/memberi
keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
·
Sesudah
amandemen :
Tugas
MPR
RI Sesudah amandemen :
1. memasyarakatkan ketetapan MPR;
2. memasyarakatkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
3. mengkaji sistem
ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
pelaksanaannya; dan
4. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wewenang
MPR RI sesudah amandemen :
1. mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;
3. memutuskan usul DPR
untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya,
setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
4. melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
5. memilih Wakil
Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
6. memilih Presiden dan Wakil
Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua)
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya.
4. Hak dan Kewajiban Anggota MPR RI
Anggota MPR berhak :
a. mengajukan
usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
c. memilih
dan dipilih;
d. membela
diri;
e. imunitas;
f. protokoler;
dan
g. keuangan
dan administratif.
Anggota MPR
berkewajiban:
a. memegang
teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan
perundang-undangan;
c. memasyarakatkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
d. mempertahankan
dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; dan
f.
melaksanakan peranan sebagai wakil
rakyat dan wakil daerah
(Rujukan
: Pasal 10 dan 11 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3).
5.
Contoh
Artikel dan Analisa
Wacana
pengembalian MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai Lembaga tertinggi
Negara.
Wacana pengembalian MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) sebagai Lembaga tertinggi Negara yang berada di atas
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.dan munculnya wacana ini mendapat
tanggapan baik dari kelompok yang pro maupun dari kelompok yang kontra
Memang tak bisa dipungkiri semenjak
tidak ada lembaga tertinggi negara sistem ketatanegaraan indonesia seakan
menjadi kacau karena masing-masing lembaga negara memperlihatkan diri sebagai
lembaga yang terkuat contoh misalnya Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya
terdiri dari 9 anggota kadang memutus dan membatalkan suatu peraturan
perundang-undangan karena dianggap bertentangan dengan UUD , padahal sebuah
undang -undang yang dibuat dari lembaga DPR yag terdiri dari 560 orang
dibatalkan hanya oleh 9 orang saja hal ini kan sangat aneh.
Belum lagi kadang MK memutus sendiri
perkara yang terkait dengannya seperti halnya misalanya MK perna memutuskan dan
membatalkan bebarapa pasal dalam UU mahkamah konstitusi nomor 8 tahun 2011
tentang Mahkamah Konstitusi yang merupakan revisi dari UU nomor 24 tahun 2004
tentang MK.
Dengan tidak adanya lembaga tertinggi
negara maka hal ini membuat beberapa lembaga negara merasa yang paling kuat
dinegara ini karena itu untuk mengantisipasi mengenai masalah ini maka penulis
sepakat sudah saatnya MPR kembali menjadi Lembaga tertinggi Negara sehingga
jika sebuah lembaga negara dalam menjalankan tugasnya sudah melampau kewenangannya
maka MPR sebagai lembaga tertinggi bisa memutuskan akan hal tersebut.
Dalam Undang-Undang MPR memiliki
kewenangan yaitu:
Melantik Presiden dan Wakil Presiden
hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden
hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR.
Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden diusulkan oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang
paripurna MPR untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak MPR menerima usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah
Konstitusi bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau
terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan
Presiden, MPR segera menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil
Presiden menjadi Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang,
Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan rapat paripurna DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan
rapat,Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Presiden, MPR menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60
(enam puluh) hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang
diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam
masa jabatannya.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling
lambat 30 (tiga puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2
(dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
sumber ;www.kompas.com
Analisa
:
Menurut saya wacana pengembalian MPR RI
sebagai lembaga tinggi negara tidak pantas untuk direalisasikan pada saat ini,
mengingat bahwa sikap dan perilaku anggota MPR RI yang terdiri dari DPR dan DPD
tidak mencerminkan sikap seorang negarawan. Hal ini dapat kita lihat dalam
beberapa sidang paripurna terakhir ini selalu memicu keributan dan berbagai
interupsi demi kekuasaan sesaat.
Contoh : Pengesahan UU MD3, Pemilihan
Pimpinan MPR, Pemilihan Pimpinan DPR, Pemilihan ketua komisi.
Sidang paripurna tersebut berlangsung
secara tidak baik karena berlangsung dengan hujan interupsi yang begitu panas
dan memicu keributan.
Seringkali para anggota MPR yang terdiri
dari DPR dan DPD hanya mewakili kepentingan golongan nya demi mencapai kekuasaan
yang sementara. Padahal rakyat sangat berharap besar supaya anggota MPR yang
terdiri dari DPR dan DPD dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat
yang berada di daerah pemilihan nya.
Apabila MPR dikembalikan sebagai lembaga
tertinggi negara maka akan melanggar beberapa Rujukan peraturan
perundang undangan, diantaranya :
Pasal 3 Undang undang Nomor 17
tahun 2014 tentang MD3, yang berbunyi : “MPR merupakan
lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara”.
Telah jelas bahwa dalam pasal tersebut
menempatkan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
(MPR-RI) sebagai lembaga negara. Maka otomatis kedudukan nya sama dengan
lembaga negara lain nya, apabila ingin menjadikan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai lembaga tertinggi negara maka harus
melakukan revisi terhadap UU ini, dan saya memprediksi akan menimbulkan polemik
yang cukup besar dikalangan masyarakat.
Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
pasal ini dalam amandemen ke 3 telah diubah
menjadi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Telah jelas bahwa setelah amandemen UUD
NRI 1945 dilakukan, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai penjelmaan pelaksanaan
kedaulatan rakyat, pelaksanaan kedaulatan rakyat kini didasarkan pada undang
undang dasar, bukan pada MPR.
Dengan latar belakang penjelasan
tersebut maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)
diposisikan sejajar dengan lembaga negara lainnya. Bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi negara.
Berdasarkan Rujukan pasal peraturan
perundang undangan tersebut maka akan lebih tepat Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diposisikan sebagai lembaga tinggi negara
yang sejajar dengan lembaga tinggi lainnya.
Karena apabila Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diposisikan sebagai lembaga tertinggi negara
maka otomatis bertentangan dengan UUD NRI 1945 hasil amandemen sebagai
Konstitusi Negara Indonesia serta UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
Pengembalian Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sebagai lembaga tertinggi negara akan
berbahaya, karena tidak ada lembaga yang lebih tinggi untuk mengawasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam melaksanakan tugas nya. Dan hal ini akan
muncul potensi tindakan sewenang wenangan anggota MPR RI untuk kepentingan
anggota kelompok nya tanpa peduli dengan aspirasi rakyat yang ada di luar sana.
Bahkan bukan tidak mungkin produk yang dihasilkan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bertentangan dengan kepentingan umum dan
mengingkari naluri masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
disipulkan sebagai berikut :
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah berubah kedudukan nya, dari
yang semula sebagai “lembaga tertinggi negara” sekarang menjadi kedudukan nya
sebagai “lembaga tinggi negara”.
Ø Komposisi
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) mengalami
perubahan pada era sebelum amandemen dan sesudah amandemen UUD NRI 1945, yaitu
:
Sebelum
Amandemen terdiri dari : DPR, Utusan Golongan, Utusan Daerah.
Sesudah
Amandemen terdiri dari : DPR dan DPD.
Ø Tentang
GBHN : setelah amandemen Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
(MPR-RI) tidak lagi membuat Garis Besar Halauan Negara (GBHN).
Ø Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) tidak lagi memilih presiden
dan/atau wakil presiden, karena Presiden dan/atau wakil presidem dipilih
melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat.
Ø Mengenai
artikel tentang wacana pengembalian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR-RI) sebagai lembaga tertinggi negara, saya beranggapan hal ini
tidak cocok dilakukan pada saat ini, mengingat bahwa anggota MPR yakni DPR dan DPD saat ini mengalami
konflik yang pelik dan hanya memfokuskan kepentingan golongan dan partai yang
diwakilinya, tidak memfokuskan bekerja dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Selain
itu pengembalian MPR RI sebagai lembaga tertinggi bertentangan dengan peraturan
perundang undangan, diantaranya :
Pasal
1 Ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil
amandemen.
Pasal
3 Undang undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3.
Dari hal
tersebut telah jelas dasar hukumnya, bahwa pengembalian MPR RI sebagai lembaga
tertinggi negara bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar