OLEH
Farco Siswiyanto Raharjo
Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Universitas Slamet Riyadi Surakarta
Tanggal 20 Oktober 2015, tepat satu
tahun usia kabinet Kerja yang dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Disisi
lain, pada periode ini kiprah lembaga legislatif Republik Indonesia juga sudah
berjalan selama satu tahun. Berbagai peristiwa terjadi mewarnai perjalanan
bangsa ini selama setahun terakhir, utamanya dikubu eksekutif dan dikubu
legislatif Republik Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia, khususnya
mahasiswa yang dikenal sebagai kaum terpelajar perlu memahami dinamika yang
terjadi pada bangsa ini sebagai refleksi untuk menjadikan pembelajaran agar
bangsa ini dimasa yang akan datang bisa menjadi lebih baik.
Pembentukan Kabinet
dan Komposisi Menteri.
Presiden Joko Widodo menentukan identitas kabinetnya dengan
nama kabinet kerja. Seperti pada umumnya, sebuah nama mengandung makna dan
doa. Kabinet kerja diharapkan mampu
berkerja secara profesional dan tanpa batas membangun negara Republik Indonesia
demi mencapai kesejahteraan rakyat. Kabinet kerja juga mengandung nilai
sejarah, karena nama kabinet ini pernah digunakan sebelumnya pada era Presiden
Soekarno.
Namun sangat
disayangkan dalam menentukan komposisi menteri, Presiden Joko Widodo menghadapi
intervensi dari para partai politik yang menjadi pendukung dan koalisinya.
Nama-nama calon menteri berkompeten yang semula diusulkan terpaksa diganti
dengan nama-nama yang diusulkan oleh elite partai politik pendukung
pemerintahan presiden Joko Widodo. Hal ini berdampak tidak maksimalnya pada
kinerja eksekutif diantaranya ketidaksepahaman persepsi antar kementerian dalam
menentukan arah kebijakan. Seringkali arah kebijakan yang akan diambil oleh
satu kementerian mendapat pertentangan dan tidak sejalan dengan arah kebijakan
kementerian yang lain.
Dinamika Polemik
Parlemen
Kiprah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)
sebagai lembaga legislatif dalam satu tahun ini mengalami berbagai dinamika.
Untuk pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia dengan sistem presidensial
multipartai, kursi parlemen dikuasai oleh mayoritas koalisi diluar pemerintah.
Keadaan ini sempat membuat suasana kurang harmonis antara koalisi pemerintah
dan koalisi diluar pemerintah. Hal itu
tercermin dari sapu bersih kursi pimpinan DPR RI termasuk kursi pimpinan komisi
dengan menghasilkan Undang Undang tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Contoh lain
yang paling fenomenal dan menimbulkan polemik secara luas dimasyarakat adalah
pengesahan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), yang mana dalam
undang undang tersebut pada mulanya disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah
untuk tingkat provinsi (Gubernur) dipilih oleh DPRD Provinsi, sedangkan untuk
pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota (Bupati/walikota) dipilih oleh
DPRD Kabupaten/Kota. Undang undang ini menimbulkan pertentangan dari masyarakat
luas sehingga presiden mengeluarkan Perppu yang menerangkan bahwa pemilihan
kepala daerah dikembalikan melalui sistem pemilihan secara langsung oleh
rakyat.
Isu terkini yang berkembang diparlemen adalah permohonan
revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang
diajukan oleh 45 anggota DPR – RI dari enam fraksi. Anehnya yang melakukan
pengajuan Revisi UU KPK tersebut merupakan orang orang yang mulanya bersikeras
menolak revisi UU KPK tersebut. Hal ini menimbulkan persepsi dan menimbulkan
berbagai pertanyaan dikalanggan masyarakat. Dibalik pengajuan revisi UU KPK tersebut disinyalir ada
upaya untuk melemahkah KPK dalam upaya penanganan kasus korupsi di Indonesia.
Meskipun terjadi berbagai dinamika dan polemik di tubuh
Parlemen,perlu kita yakinkan dalam diri kita bahwa masih ada anggota parlemen
yang memiliki moralitas baik dan memiliki tekad untuk membangun citra baik
DPR-RI sebagai lembaga legislatif Republik Indonesia dimasyarakat luas.
Ujian dibidang ekonomi bagi eksekutif
Kondisi ekonomi Indonesia mendapat respon positif saat
pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kemudian
kembali mendapat respon positif ketika penentuan nama menteri kabinet kerja.
Kondisi ini dapat dilihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan
menguatnya IHSG pada waktu itu. Namun keadaan perekonomian mulai mengalami
penurunan ketika naiknya harga daging sapi dan bahan kebutuhan pokok lain.
Penurunan ekonomi terus berlanjut karena faktor eksternal,
yakni dinamika kondisi perekonomian luar negeri. Beberapa diantaranya adalah
pengaruh perekonomian amerika serikat dan devaluasi yuan. Kondisi ini membuat
melemahnya nilai rupiah terhadap dolar yang mencapai kisaran diatas Rp.
14.000,- per dollar Amerika, bahkan hampir menyentuh angka Rp. 15.000,- per dollar amerika. Selai itu IHSG juga ikut
melemah. Sehingga perekonomian Indonesia mengalami perlambatan. Kendati
demikian, perlambatan ekonomi Indonesia masih didalam batas wajar. Perlambatan
perekonomian ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan paket ekonomi I, II,
dan III. Paket ekonomi tersebut secara bertahap sudah memberikan pengaruh
positif untuk peningkatan perekonomian Indonesia. Dengan diterbitkannya paket
perekonomian tersebut secara bertahap nilai tukar rupiah terhadap dollar sudah
mulai menguat.
Sinergitas eksekutif
dan legislatif untuk membangun bangsa
Empat bulan pertama pemerintahan
presiden Joko Widodo dapat kita lihat bahwa timbul persoalan sinergitas antara
eksekutif dan legislatif. Ketidaksesuaian irama sinergitas antara eksekutif dan
legislatif terjadi saat itu. Padahal eksekutif dan legislatif pada dasarnya
adalah mitra kerja dalam membangun bangsa ini. Berbagai komisi di DPR RI
merupakan mitra kerja berbagai kementerian yang ada. Dengan hubungan sebagai mitra
kerja tersebut diharapkan ada sinergitas yang terjalin antara kedua belah piha,
yakni eksekutif dan legislatif.
Dalam membangun bangsa ini, perlu adanya
sinergitas antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Bentuk sinergitas
ini adalah pemerintah sebagai eksekutif mengimplementasikan berbagai program
dan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat, sedangkan legislatif melakukan
pengawasan atas implementasi kebijakan maupun program yang dijalankan oleh
pemerintah.
Dalam melakukan pengawasan kepada pemerintah/eksekutif, maka
legislatif jangan membawa misi untuk melemahkan pemerintah, apalagi menjatuhkan
martabat pemerintah sebagai eksekutif.
Demikianlah
uraian singkat saya mengenai setahun potret kinerja eksekutif dan legislatif
Republik Indonesia. Bagaimana dengan anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar