Rabu, 28 Oktober 2015

SETAHUN POTRET KINERJA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF REPUBLIK INDONESIA



OLEH
Farco Siswiyanto Raharjo
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Slamet Riyadi Surakarta

            Tanggal 20 Oktober 2015, tepat satu tahun usia kabinet Kerja yang dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Disisi lain, pada periode ini kiprah lembaga legislatif Republik Indonesia juga sudah berjalan selama satu tahun. Berbagai peristiwa terjadi mewarnai perjalanan bangsa ini selama setahun terakhir, utamanya dikubu eksekutif dan dikubu legislatif Republik Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia, khususnya mahasiswa yang dikenal sebagai kaum terpelajar perlu memahami dinamika yang terjadi pada bangsa ini sebagai refleksi untuk menjadikan pembelajaran agar bangsa ini dimasa yang akan datang bisa menjadi lebih baik.
Pembentukan Kabinet dan Komposisi Menteri.
            Presiden Joko Widodo menentukan identitas kabinetnya dengan nama kabinet kerja. Seperti pada umumnya, sebuah nama mengandung makna dan doa.  Kabinet kerja diharapkan mampu berkerja secara profesional dan tanpa batas membangun negara Republik Indonesia demi mencapai kesejahteraan rakyat. Kabinet kerja juga mengandung nilai sejarah, karena nama kabinet ini pernah digunakan sebelumnya pada era Presiden Soekarno.
            Namun sangat disayangkan dalam menentukan komposisi menteri, Presiden Joko Widodo menghadapi intervensi dari para partai politik yang menjadi pendukung dan koalisinya. Nama-nama calon menteri berkompeten yang semula diusulkan terpaksa diganti dengan nama-nama yang diusulkan oleh elite partai politik pendukung pemerintahan presiden Joko Widodo. Hal ini berdampak tidak maksimalnya pada kinerja eksekutif diantaranya ketidaksepahaman persepsi antar kementerian dalam menentukan arah kebijakan. Seringkali arah kebijakan yang akan diambil oleh satu kementerian mendapat pertentangan dan tidak sejalan dengan arah kebijakan kementerian yang lain.
Dinamika Polemik Parlemen
Kiprah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sebagai lembaga legislatif dalam satu tahun ini mengalami berbagai dinamika. Untuk pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia dengan sistem presidensial multipartai, kursi parlemen dikuasai oleh mayoritas koalisi diluar pemerintah. Keadaan ini sempat membuat suasana kurang harmonis antara koalisi pemerintah dan koalisi diluar  pemerintah. Hal itu tercermin dari sapu bersih kursi pimpinan DPR RI termasuk kursi pimpinan komisi dengan menghasilkan Undang Undang tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
            Contoh lain yang paling fenomenal dan menimbulkan polemik secara luas dimasyarakat adalah pengesahan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), yang mana dalam undang undang tersebut pada mulanya disebutkan bahwa pemilihan kepala daerah untuk tingkat provinsi (Gubernur) dipilih oleh DPRD Provinsi, sedangkan untuk pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota (Bupati/walikota) dipilih oleh DPRD Kabupaten/Kota. Undang undang ini menimbulkan pertentangan dari masyarakat luas sehingga presiden mengeluarkan Perppu yang menerangkan bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan melalui sistem pemilihan secara langsung oleh rakyat.
Isu terkini yang berkembang diparlemen adalah permohonan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan oleh 45 anggota DPR – RI dari enam fraksi. Anehnya yang melakukan pengajuan Revisi UU KPK tersebut merupakan orang orang yang mulanya bersikeras menolak revisi UU KPK tersebut. Hal ini menimbulkan persepsi dan menimbulkan berbagai pertanyaan dikalanggan masyarakat. Dibalik pengajuan revisi UU KPK tersebut disinyalir ada upaya untuk melemahkah KPK dalam upaya penanganan kasus korupsi di Indonesia.
Meskipun terjadi berbagai dinamika dan polemik di tubuh Parlemen,perlu kita yakinkan dalam diri kita bahwa masih ada anggota parlemen yang memiliki moralitas baik dan memiliki tekad untuk membangun citra baik DPR-RI sebagai lembaga legislatif Republik Indonesia dimasyarakat luas.
Ujian dibidang ekonomi bagi eksekutif
Kondisi ekonomi Indonesia mendapat respon positif saat pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kemudian kembali mendapat respon positif ketika penentuan nama menteri kabinet kerja. Kondisi ini dapat dilihat dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan menguatnya IHSG pada waktu itu. Namun keadaan perekonomian mulai mengalami penurunan ketika naiknya harga daging sapi dan bahan kebutuhan pokok lain.
Penurunan ekonomi terus berlanjut karena faktor eksternal, yakni dinamika kondisi perekonomian luar negeri. Beberapa diantaranya adalah pengaruh perekonomian amerika serikat dan devaluasi yuan. Kondisi ini membuat melemahnya nilai rupiah terhadap dolar yang mencapai kisaran diatas Rp. 14.000,- per dollar Amerika, bahkan hampir menyentuh angka Rp. 15.000,-  per dollar amerika. Selai itu IHSG juga ikut melemah. Sehingga perekonomian Indonesia mengalami perlambatan. Kendati demikian, perlambatan ekonomi Indonesia masih didalam batas wajar. Perlambatan perekonomian ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan paket ekonomi I, II, dan III. Paket ekonomi tersebut secara bertahap sudah memberikan pengaruh positif untuk peningkatan perekonomian Indonesia. Dengan diterbitkannya paket perekonomian tersebut secara bertahap nilai tukar rupiah terhadap dollar sudah mulai menguat.
Sinergitas eksekutif dan legislatif untuk membangun bangsa
Empat bulan pertama pemerintahan presiden Joko Widodo dapat kita lihat bahwa timbul persoalan sinergitas antara eksekutif dan legislatif. Ketidaksesuaian irama sinergitas antara eksekutif dan legislatif terjadi saat itu. Padahal eksekutif dan legislatif pada dasarnya adalah mitra kerja dalam membangun bangsa ini. Berbagai komisi di DPR RI merupakan mitra kerja berbagai kementerian yang ada. Dengan hubungan sebagai mitra kerja tersebut diharapkan ada sinergitas yang terjalin antara kedua belah piha, yakni eksekutif dan legislatif.
Dalam membangun bangsa ini, perlu adanya sinergitas antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Bentuk sinergitas ini adalah pemerintah sebagai eksekutif mengimplementasikan berbagai program dan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat, sedangkan legislatif melakukan pengawasan atas implementasi kebijakan maupun program yang dijalankan oleh pemerintah.
Dalam melakukan pengawasan kepada pemerintah/eksekutif, maka legislatif jangan membawa misi untuk melemahkan pemerintah, apalagi menjatuhkan martabat pemerintah sebagai eksekutif.
            Demikianlah uraian singkat saya mengenai setahun potret kinerja eksekutif dan legislatif Republik Indonesia. Bagaimana dengan anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar